Definisi
Ketidaksuburan adalah ketidakmampuan suatu pasangan untuk bisa mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan intim secara teratur tanpa kontrasepsi selama 1 tahun.
Hubungan intim yang rutin tanpa kontrasepsi biasanya dapat menyebabkan kehamilan, yaitu :
- 50% pasangan dalam waktu 3 bulan
- 75% pasangan dalam waktu 6 bulan
- 90% pasangan dalam waktu 1 tahun
Untuk memaksimalkan peluang untuk hamil, pasangan harus melakukan hubungan intim selama beberapa hari saat kemungkinan besar terjadi ovulasi. Ovulasi biasanya terjadi pada pertengahan siklus menstruasi. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan kapan ovulasi terjadi :
- Pengukuran suhu tubuh saat istirahat (suhu tubuh basal)
- Menggunakan alat untuk memprediksi ovulasi
Jika wanita memiliki periode menstruasi yang teratur, maka ia dapat memperkirakan kapan ovulasi terjadi dengan mengukur suhu tubuh setiap hari sebelum ia bangun tidur. Penurunan suhu tubuh menunjukkan bahwa ovulasi akan terjadi. Peningkatan suhu tubuh 0.5oC atau lebih menunjukkan bahwa ovulasi baru saja terjadi. Namun, metode ini menyulitkan untuk banyak wanita dan tidak benar-benar dapat dipercaya. Metode ini hanya dapat memprediksi waktu ovulasi dalam 2 hari.
Alat untuk memprediksi ovulasi adalah alat yang lebih akurat. Alat ini digunakan untuk mendeteksi peningkatan hormon luteinizing di dalam air kemih. Hormon luteinizing menstimulasi indung telur untuk memicu ovulasi. Biasanya, peningkatan kadar hormon ini terjadi dalam waktu 24-36 jam sebelum ovulasi. Agar lebih akurat, wanita biasanya perlu mengulang pemeriksaan selama beberapa hari.
Ketidaksuburan primer adalah istilah yang digunakan jika pasangan suami istri sama sekali belum pernah memiliki anak. Jika sebelumnya pasangan suami istri pernah memiliki anak (minimal 1 kali kehamilan), tetapi kehamilan berikutnya belum berhasil dicapai, maka digunakan istilah ketidaksuburan sekunder.
PENYEBABPenyebab ketidaksuburan bisa berasal dari masalah pada pria, wanita, atau keduanya, yaitu :
- Masalah pada sperma (pada sekitar 35% atau lebih pasangan)
- Masalah pada ovulasi (sekitar 20%)
- Masalah pada tuba fallopi (sekitar 30%)
- Masalah pada lendir serviks (sekitar 5% atau kurang)
- Faktor-faktor lain yang tidak teridentifikasi (sekitar 10%)
Masalah ketidaksuburan yang disebabkan oleh faktor pria :
- Masalah pada sperma
Pada pria dewasa, sperma dibuat terus menerus di dalam testis (buah zakar). Proses pembuatan sperma disebut spermatogenesis. Sel yang belum terspesialisasi memerlukan waktu sekitar 72-74 hari untuk berkembang menjadi sel sperma yang matang. Dari testis kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah) dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi.
Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh vesikula seminalis ditambahkan pada sperma dan membentuk semen, yang kemudian mengalir menuju ke uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi.
Kesuburan seorang pria ditentukan oleh kemampuannya untuk mengantarkan sejumlah sperma yang normal ke dalam vagina wanita. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut sehingga bisa terjadi kemandulan:
- Peningkatan suhu di dalam testis, misalnya akibat demam berkepanjangan atau akibat panas yang berlebihan, bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal di dalam semen. Pembentukan sperma yang paling efsisien adalah pada suhu 33,5oC (lebih rendah dari suhu tubuh). Testis bisa tetap berada pada suhu tersebut karena terletak di dalam skrotum (kantung zakar) yang berada diluar rongga tubuh.
- Pemakaian marijuana atau obat-obatan (misalnya simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin).
- Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak terbentuk sperma sama sekali. Jika di dalam semen tidak terdapat fruktosa (gula yang dihasilkan oleh vesikula seminalis) berarti tidak terdapat vas deferens atau tidak terdapat vesikula seminalis atau terdapat penyumbatan pada duktus ejakulatorius.
- Varikokel merupakan kelainan anatomis yang paling sering ditemukan pada kemandulan pria. Varikokel adalah varises (pelebaran vena) di dalam skrotum. Varikokel bisa menghalangi pengaliran darah dari testis dan mengurangi laju pembentukan sperma.
- Ejakulasi retrograd terjadi jika semen mengalir melawan arusnya, yaitu semen mengalir ke dalam kandung kemih dan bukan ke penis. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria yang telah menjalani pembedahan panggul (terutama pengangkatan prostat) dan pria yang menderita diabetes. Ejakulasi retrograd juga bisa terjadi akibat kelainan fungsi saraf.
- Impotensi
- Kekurangan hormon
- Polusi lingkungan
- Pembentukan jaringan parut akibat penyakit menular seksual
Masalah ketidaksuburan yang disebabkan oleh faktor wanita :
- Jaringan parut akibat penyakit menular seksual atau endometriosis
- Disfungsi ovulasi (kelainan pada proses pelepasan sel telur oleh ovarium).
Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari ovarium (indung telur). Ovulasi biasanya terjadi 14 hari sebelum menstruasi hari pertama. Sel telur yang dilepaskan ini siap dibuahi oleh sperma yang berasal dari pria.
Jika seorang wanita memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi (amenore), maka perlu dicari penyebabnya lalu dilakukan pengobatan untuk merangsang terjadinya ovulasi. Kadang ovulasi tidak terjadi akibat tidak dilepaskannya GnRH (Gonadotropin-releasing hormone) oleh hipotalamus.
- Kelainan hormon
- Kekurangan gizi
- Kista ovarium
- Infeksi panggul
- Tumor
- Kelainan lendir servikal (lendir reher rahim)
Lendir pada serviks bertindak sebagai penyaring yang menghalangi masuknya bakteri dari vagina ke dalam rahim. Lendir ini juga berfungsi memperpanjang kelangsungan hidup sperma. Lendir pada serviks kental dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali pada fase folikuler dari siklus menstruasi. Selama fase folikuler, terjadi peningkatan hormon estradiol sehingga lendir lebih jernih dan elastis dan bisa ditembus oleh sperma. Selanjutnya sperma menuju ke rahim lalu ke tuba fallopi dan terjadilah pembuahan di tuba fallopi.
- Kelainan sistem pengangkutan dari leher rahim ke tuba falopii (saluran telur).
- Kelainan pada tuba fallopi.
Bisa terjadi kelainan struktur maupun fungsi tuba falopii. Penyebab yang utama adalah infeksi, endometriosis, dan pengikatan tuba pada tindakan sterilisasi.
Diperkirakan sebanyak 10-20% pasangan mengalami ketidaksuburan. Merupakan hal yang penting untuk tidak menunda kehamilan lebih dari 1 tahun; kemungkinan hamil pada pasangan yang sehat dan keduanya berusia dibawah 30 tahun serta melakukan hubungan seksual secara teratur adalah hanya sebesar 25-30%/bulan. Puncak kesuburan seorang wanita adalah pada usia 20 tahunan; jika usia wanita diatas 30 tahun (terutama diatas 35 tahun), maka kemungkinan hamil adalah sebesar kurang dari 10%/bulan.
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuburan, terutama untuk wanita. Dengan semakin menuanya wanita, maka ia akan menjadi lebih sulit untuk hamil, dan risiko terjadinya komplikasi saat hamil meningkat. Selain itu, wanita, terutama yang berusia lebih dari 35 tahun, memiliki waktu yang terbatas untuk mengatasi masalah ketidaksuburan sebelum akhirnya masuk ke masa menopause.
Selain faktor yang berhubungan dengan usia, risiko ketidaksuburan juga meningkat akibat:
Gejala
Gejalanya berupa:
Diagnosa
Diagnosa masalah ketidaksuburan membutuhkan penilaian dari kedua pasangan. Biasanya, penilaian dilakukan setelah minimal 1 tahun mencoba untuk hamil. Tetapi, penilaian dapat dilakukan lebih awal jika :
- Wanita berusia lebih dari 35 tahun
- Periode menstruasi wanita terjadi secara tidak teratur
- Wanita memiliki kelainan pada rahim, tuba fallopi, atau indung telur
- Ada dugaan atau teridentifikasi masalah pada sperma pria
Untuk itu, dilakukan pemeriksaan fisik dan pengumpulan riwayat kesehatan dari suami dan istri. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
2-3 hari sebelum menjalani pemeriksaan ini, suami tidak boleh melakukan ejakulasi.
Setiap pagi, sebelum beranjak dari tempat tidur, dilakukan pengukuran suhu tubuh wanita, jika terjadi peningkatan sebesar 0,5-1oC berarti sedang terjadi ovulasi.
Pada fase ovulatoir, lendir menjadi basah dan elastis.
PCT dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir servikal dengan cara menganalisa lendir servikal yang diambil dalam waktu 2-8 jam setelah melakukan hubungan seksual. Tes ini dilakukan pada pertengahan siklus menstruasi yaitu pada saat estradiol mencapai kadar tertinggi dan pada saat terjadi ovulasi.
Dalam keadaan normal, lendir servikal adalah jernih dan bisa diregangkan sepanjang 7,6-10 cm tanpa terputus. Bila dilihat dengan mikroskop, lendir tampak seperti pohon pakis.
Pengobatan
Pada pasangan yang belum hamil setelah setahun mencoba, lebih dari 60% pada akhirnya akan hamil, dengan atau tanpa terapi. Tujuan terapi adalah untuk mengobati penyebab ketidaksuburan jika mungkin, meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan, dan untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk hamil.
Bahkan ketika tidak ada penyebab ketidaksuburan yang dapat diidentifikasi, pasangan masih dapat diobati. Pada kasus seperti ini, wanita dapat diberikan obat-obat yang menstimulasi pematangan dan pelepasan beberapa sel telur, misalnya klomifen dan human gonadotropin. Cara lain adalah dengan melakukan teknik inseminasi buatan, yang hanya memilih sperma yang paling aktif.
Pada pria yang hanya memiliki sedikit sperma yang normal, bisa dilakukan inseminasi buatan, baik melalui prosedur pembuahan in vitro maupun GIFT (gamete intrafallopian tube transfer). Pada azospermia, bisa dipertimbangkan pembuahan dengan sperma dari donor. Varikokel bisa diatasi dengan pembedahan.
Bagi wanita yang tidak mengalami ovulasi dalam waktu lama (anovulasi kronis) bisa diberikan Clomiphene. Pada awalnya menstruasi dirangsang dengan obat lain, yaitu Medroxyprogesterone. Kemudian diberikan Clomiphene selama 5 hari. Biasanya ovulasi akan terjadi dalam waktu 5-10 hari (rata-rata 7 hari) setelah pemberian Clomiphene dihentikan dan 14-16 hari setelah ovulasi akan terjadi menstruasi.
Jika setelah pemberian Clomiphen tidak terjadi menstruasi, maka dilakukan tes kehamilan. Jika hasilnya negatif, siklus pengobatan diulangi dengan menambah dosis Clomiphene sampai terjadi ovulasi atau sampai tercapai dosis maksimum. Jika telah ditentukan dosis Clomiphene yang bisa merangsang terjadinya ovulasi, maka dosis ini diberikan minimal selama 6 siklus pengobatan lagi. Kebanyakan wanita akan bisa hamil pada siklus keenam, dimana terjadi ovulasi.
Sekitar 75-80% wanita yang mendapatkan Clomiphene akan mengalami ovulasi, tetapi hanya 40-50% yang berhasil hamil. Sekitar 5% kehamilan adalah kehamilan ganda (terutama kembar 2).
Efek samping Clomiphene adalah hot flashes, pembengkakan perut, nyeri tekan pada payudara, mual, gangguan penglihatan dan sakit kepala. Sekitar 5% dari wanita yang diobati dengan Clomiphene mengalami sindroma hiperstimulasi ovarium, dimana ovarium menjadi sangat besar dan sejumlah besar cairan berpindah dari aliran darah ke rongga perut. Untuk mencegah terjadinya sindroma ini, maka diberikan dosis Clomiphene terendah yang masih efektif.
Jika pemberian Clomiphene tidak berhasil merangsang ovulasi, maka dicoba diberikan terapi hormonal dengan human gonadotropin. Human gonadotropin menstimulasi folikel-folikel di dalam ovarium yang mengandung sel telur untuk menjadi matang. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi kapan folikel matang. Kemudian, wanita diberikan hormon yang berbeda, yaitu HCG (Human Chorionic Gonadotropin) untuk memicu ovulasi. Lebih dari 95% wanita yang diterapi dengan benar mengalami ovulasi, tetapi hanya sekitar 50-75% dari mereka yang menjadi hamil.
Human gonadotropin memiliki harga yang mahal dan bisa menimbulkan efek samping yang berat. Untuk itu dokter memantau dengan ketat setiap wanita yang menjalani terapi ini. Sekitar 10-20% wanita yang diobati dengan human gonadotropin mengalami sindroma hiperstimulasi ovarium.
Ketidaksuburan akibat tidak dilepaskannya hormon GnRH oleh hipotalamus bisa diatasi dengan memberikan GnRH buatan untuk merangsang ovulasi.
Jika penyebabnya adalah kelainan pada lendir serviks, maka bisa dilakukan inseminasi intrauterin, yaitu memasukkan semen langsung ke dalam rahim sehingga tidak perlu melewati lendir serviks, atau diberikan obat untuk mengencerkan lendir (misalnya guaifenesin).
Teknik Pembuahan
Setelah semua teknik pengobatan lain gagal menghasilkan kehamilan, maka banyak pasangan mandul yang beralih ke fertilisasi in vitro (bayi tabung). Prosedur ini terdiri dari perangsangan ovarium, pemulihan pelepasan sel telur, pembuahan sel telur, penumbuhan embrio di laboratorium kemudian penanaman embrio pada rahim wanita.
Untuk merangsang ovarium sehingga banyak sel telur yang matang, diberikan kombinasi clomiphene, human gonadotropin dan agonis GnRH (obat yang merangsang pelepasan gonadotropin oleh kelenjar hipofisa).
Dengan panduan USG, dimasukkan sebuah jarum melalui vagina atau perut ke dalam ovarium dan diambil beberapa sel telur dari folikelnya. Di laboratorium, sel telur ditempatkan di dalam cawan pembiakan dan dibuahi oleh sperma pilihan (sperma yang paling aktif). Setelah sekitar 40 jam, 3-4 embrio dipindahkan dari cawan biakan ke dalam rahim itu melalui vagina. Embrio lainnya bisa dibekukan dalam larutan nitrogen untuk cadangan bila tidak terjadi kehamilan. Setiap kali sel telur yang telah dibuahi dimasukkan ke dalam rahim, peluang berkembangnya seorang bayi cukup bulan hanya sekitar 18-25%.
Jika penyebab ketidaksuburan pada wanita tidak diketahui atau jika penyebabnya adalah endometriosis tetapi fungsi tuba fallopinya normal, maka dilakukan GIFT (gammete intrafallopian tube transfer). Sel telur dan sperma pilihan diperoleh melalui prosedur yang sama dengan pada fertilisasi in vitro, tetapi sel telur tidak dibuahi di laboratorium. Sel telur dan sperma dimasukkan ke dalam ujung tuba falopii melalui dinding perut (pada proses laparoskopi) atau melalui vagina (dipandu oleh USG), sehingga pembuahan terjadi di dalam tuba falopii. Angka keberhasilan pada GIFT adalah sekitar 20-30%.
Variasi dari fertilisasi in vitro dan GIFT adalah pemindahan embrio yang lebih matang (zygote intrafallopian tube transfer), pemakaian sel telur dari donor dan pemindahan embrio yang telah dibekukan ke dalam rahim wanita lain.
Pada pengobatan ketidaksuburan, salah satu atau kedua pasangan dapat mengalami frustasi, stress emosional, perasaan tidak mampu, dan perasaan bersalah. Mereka dapat berharap atau merasa putus asa. Stress emosional dapat menyebabkan kemarahan, rasa lelah, kecemasan, gangguan tidur atau makan, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Selain itu, masalah finansial dan waktu dapat menyebabkan perselisihan dalam rumah tangga.
Masalah-masalah ini dapat diminimalkan jika kedua pasangan terlibat dalam proses terapi dan mendapatkan informasi akan proses terapi, termasuk :
- berapa lama terapi dilakukan, tanpa memperhatikan siapa yang memiliki masalah ketidaksuburan
- mengetahui kemungkinan akan keberhasilan terapi, dan kesadaran bahwa terapi bisa juga tidak berhasil
- informasi kapan mengakhiri terapi
- kapan harus mencari opini lain
- kapan harus berpikir bahwa adopsi anak juga membantu
Konseling dan dukungan psikologis, termasuk dukungan dari orang-orang sekitar, juga dapat membantu.
PROGNOSIS
Sekitar 85-90% kasus, kemungkinan penyebabnya bisa diketahui. Pengobatan yang tepat memungkinkan terjadinya kehamilan pada 50-60% pasangan yang sebelumnya didiagnosis mengalami ketidaksuburan. Tanpa pengobatan, 15-20% kasus ketidaksuburan pada akhirnya akan mengalami kehamilan.
PENCEGAHANKetidaksuburan seringkali disebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan untuk menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan risiko kemandulan di masa yang akan datang.
Penyakit menular seksual yang paling sering menyebabkan ketidaksuburan adalah gonore dan klamidia. Kedua penyakit ini pada awalnya mungkin tidak menunjukkan gejala dan gejala baru timbul setelah terjadinya penyakit peradangan panggul atau salfingitis. Peradangan menyebabkan pembentukan jaringan parut pada tuba fallopi lalu terjadi penurunan kesuburan, ketidaksuburan absolut atau kehamilan di luar kandungan.
Immunisasi gondongan telah terbukti mampu mencegah gondongan dan komplikasinya pada pria (orkitis). Ketidaksuburan akibat gondongan bisa dicegah dengan menjalani immunisasi gondongan.
Beberapa jenis alat kontrasepsi memiliki risiko terjadinya ketidaksuburan yang lebih tinggi (misalnya IUD). IUD tidak dianjurkan untuk dipakai pada wanita yang belum memiliki anak.
Referensi
- R, Robert W. Overview of Infertility. Merck Manual Home Health Handbook. 2013.
http://www.merckmanuals.com/home/womens_health_issues/infertility/overview_of_infertility.html
- R, Robert W. Problems With Ovulation. Merck Manual Home Health Handbook.2013.
http://www.merckmanuals.com/home/womens_health_issues/infertility/problems_with_
0 comments:
Post a Comment