Definisi
Penyebab ketidaksuburan yang paling sering pada wanita adalah gangguan ovulasi. Ovulasi adalah proses pelepasan sel telur dari ovarium (indung telur) setiap bulan.
PENYEBABReproduksi dikendalikan oleh sistem yang terdiri dari hipotalamus, kelenjar pituitari, ovarium (indung telur), dan kelenjar-kelenjar lainnya, seperti kelenjar adrenal dan kelenjar tiroid. Masalah pada ovulasi terjadi jika ada gangguan fungsi pada salah satu sistem ini. Misalnya :
- Hipotalamus bisa tidak menghasilkan GRH (Gonadotropin Releasing Hormone), yang menstimulasi kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon (LH dan FSH) yang merangsang ovarium untuk ovulasi.
- Kelenjar pituitari bisa menghasilkan LH (Luteinizing Hormone) atau FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang terlalu sedikit.
- Ovarium bisa menghasilkan estrogen yang terlalu sedikit
- Kelenjar pituitari bisa menghasilkan prolaktin yang terlalu banyak, yaitu hormon yang menstimulasi produksi air susu. Kadar prolaktin yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar hormon yang memicu ovulasi. Kadar prolaktin bisa tinggi karena adanya tumor kelenjar pituitari (prolaktinoma), yang hampir selalu bukan keganasan.
- Gangguan fungsi kelenjar lainnya, misalnya kelenjar adrenal dapat menghasilkan hormon pria yang berlebihan, atau kelenjar tiroid dapat menghasilkan atau kurang menghasilkan hormon tiroid, yang membantu menjaga keseimbangan kelenjar pituitari dan ovarium.
Masalah ovulasi bisa disebabkan oleh banyak gangguan. Salah satu yang paling sering menjadi penyebabnya adalah sindroma ovarium polikistik, yang biasanya ditandai dengan adanya berat badan berlebih dan produksi hormon pria yang berlebihan. Penyebab lainnya dapat juga dari :
- diabetes
- obesitas
- olahraga yang berlebihan
- pemakaian obat-obat tertentu, seperti estrogen dan progestin
- penurunan berat badan
- stress psikis
- awal masa menopause, dimana sel telur telah hampir habis
Masalah ovulasi seringkali merupakan penyebab ketidaksuburan pada wanita yang memiliki periode menstruasi yang tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi (amenore). Pada kasus yang jarang, masalah ovulasi merupakan penyebab ketidaksuburan pada wanita yang memiliki periode menstruasi yang teratur tetapi tidak memiliki gejala-gejala pre-menstruasi, seperti rasa nyeri pada payudara, pembengkakan perut bagian bawah, dan perubahan mood.
DIAGNOSAWaktu ovulasi seorang wanita dapat ditentukan dengan melihat bagaimana periode menstruasi selama ini. Selain itu, waktu ovulasi juga dapat ditentukan dengan cara mengukur suhu tubuh saat istirahat (suhu tubuh basal) setiap hari. Biasanya, waktu yang paling baik untuk mengukur suhu tubuh basal adalah segera setelah bangun tidur. Penurunan suhu tubuh basal menunjukkan bahwa ovulasi akan terjadi. Peningkatan suhu tubuh basal lebih dari 0.5oC biasanya menunjukkan bahwa ovulasi baru saja terjadi. Namun, cara ini seringkali sulit untuk banyak wanita dan tidak akurat. Cara ini hanya dapat memprediksikan ovulasi dalam 2 hari. Metode yang lebih akurat untuk memprediksi waktu ovulasi adalah dengan alat yang dapat mengukur LH pada air kemih 24-36 jam sebelum ovulasi. Air kemih diperiksa selama beberapa hari berturut-turut.
Cara yang lebih akurat untuk menentukan kapan ovulasi terjadi adalah dengan pemeriksaan ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon progesteron pada darah atau air ludah. Peningkatan hormon yang tinggi menunjukkan bahwa ovulasi sedang terjadi.
Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk memeriksa adanya kelainan yang dapat menyebabkan masalah ovulasi, misalnya pemeriksaan kadar testosteron dalam darah untuk melihat apakah terdapat sindroma ovarium polikistik.
PENGOBATANUntuk mengatasi masalah ovulasi dapat digunakan obat-obat untuk memicu ovulasi, misalnya klomifen, penghambat aromatase, atau hromon gonadotropin. Obat yang digunakan dipilih berdasarkan penyebab gangguan yang spesifik. Jika penyebab ketidaksuburan adalah akibat memasuki masa menopause, maka bak klomifen maupun hormon gonadotropin tidak dapat menstimulasi ovulasi.
- Klomifen. Obat ini biasanya digunakan jika ovulasi tidak terjadi untuk waktu yang lama. Beberapa hari setelah menstruasi dimulai, wanita mengkonsumsi klomifen untuk 5 hari. Biasanya, ia akan mengalami ovulasi dalam waktu 5-10 hari setelah klomifen dihentikan, dan ia memiliki periode menstruasi antara 14-16 hari setelah ovulasi. Klomifen paling efektif digunakan jika penyebabnya adalah sindroma ovarium polikistik.
Jika wanita tidak mengalami menstruasi setelah diberikan klomifen, maka ia perlu melakukan tes kehamilan. Jika ia tidak hamil, maka terapi dapat diulang. Dosis klomifen yang lebih tinggi digunakan pada setiap siklus hingga ovulasi terjadi atau hingga tercapai dosis obat maksimal. Ketika telah didapatkan dosis yang dapat memicu ovulasi, maka wanita tersebut dapat mengkonsumsi obat dengan dosis tersebut minimal selama 3 atau 4 siklus. Kebanyakan wanita yang hamil mengkonsumsi sampai siklus keempat dimana ovulasi terjadi. Meskipun sekitar 75-80% wanita yang diterapi dengan klomifen mengalami ovulasi, namun hanya sekitar 40-50% wanita yang menjadi hamil.
Efek samping klomifen yang dapat terjadi antara lain :
- hot flash
- rasa kembung
- nyeri pada payudara
- mual
- gangguan penglihatan
- sakit kepala
- Sindroma hiperstimulasi ovarium (pada kurang dari 1% wanita yang menggunakan klomifen). Pada sindroma ini, ovarium menjadi sangat membesar dan sejumlah cairan dalam jumlah besar keluar dari pembuluh darah ke dalam perut. Sindroma ini dapat mengancam nyawa. Untuk mencegahnya, diberikan dosis efektif klomifen yang paling rendah, dan obat dihentikan jika ovarium membesar.
- Penghambat Aromatase, biasanya digunakan untuk mengobati kanker payudara pada wanita yang telah menopause. Tetapi obat ini juga dapat digunakan untuk memicu ovulasi ketika terapi dengan klomifen tidak berhasil.
Obat ini memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan klomifen. Namun, obat ini belum menjadi terapi standar untuk mengatasi masalah ovulasi. Wanita yang mengkonsumsi obat ini saat hamil dapat menyebabkan cacat genitalia bawaan pada janin yang dikandungnya.
- Human Gonadotropin. Jika terapi dengan klomifen atau penghambat aromatase tidak berhasil, maka terapi hormon dengan human gonadotropin dapat dicoba untuk dilakukan. Human gonadotropin menstimulasi folikel-folikel di dalam ovarium yang mengandung sel telur untuk menjadi matang. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi kapan folikel matang. Kemudian, wanita diberikan hormon yang berbeda, yaitu HCG (Human Chorionic Gonadotropin) untuk memicu ovulasi. Lebih dari 95% wanita yang diterapi dengan benar mengalami ovulasi, tetapi hanya sekitar 50-75% dari mereka yang menjadi hamil.
Human gonadotropin memiliki harga yang mahal dan bisa menimbulkan efek samping yang berat. Untuk itu dokter memantau dengan ketat setiap wanita yang menjalani terapi ini. Sekitar 10-20% wanita yang diobati dengan human gonadotropin mengalami sindroma hiperstimulasi ovarium.
- Obat-Obat Lainnya. Jika hipotalamus tidak menghasilkan GRH, maka dapat diberikan hormon sintetik yang disebut gonadorelin asetat. Obat ini, seperti hormon alaminya, dapat menstimulasi kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon-hormon yang memicu ovulasi. Risiko terjadinya hiperstimulasi ovarium rendah dengan terapi ini, untuk itu tidak perlu dilakukan pemantauan yang ketat.
Ketika penyebab ketidaksuburan adalah kadar hormon prolaktin yang tinggi, maka obat terbaik untuk digunakan adalah obat yang bekerja seperti dopamin (agonis dopamin), misalnya bromokriptin atau cabergolin. Dopamin adalah zat kimia yang secara umum menghambat produksi prolaktin.
Gejala
Diagnosa
Pengobatan
Referensi
- R, Robert W. Problems With Ovulation. Merck Manual Home Health Handbook.2013.
http://www.merckmanuals.com/home/womens_health_issues/infertility/problems_with_
0 comments:
Post a Comment