Definisi
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu HIV-1 atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit CD4+, dan dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. AIDS merupakan bentuk paling berat dari infeksi HIV. Infeksi HIV dikatakan telah menjadi AIDS jika terdapat minimal satu komplikasi penyakit serius atau jumlah limfosit CD4+ yang sangat menurun.
Pada awal tahun 1980, para peneliti menemukan peningkatan mendadak dari 2 jenis penyakit di kalangan kaum homoseksual di Amerika. Kedua penyakit itu adalah sarkoma Kaposi (sejenis kanker yang jarang terjadi) dan pneumonia pneumokista (sejenis pneumonia yang hanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan). Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya 2 jenis penyakit yang jarang ditemui ini sekarang dikenal dengan AIDS. Kegagalan sistem kekebalan juga ditemukan pada para pengguna obat-obatan terlarang yang disuntikkan, penderita hemofilia, penerima transfusi darah dan pria biseksual. Beberapa waktu kemudian sindroma ini juga mulai terjadi pada heteroseksual yang bukan pengguna obat-obatan, bukan penderita hemofilia dan tidak menerima transfusi darah.
Di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 33.2 juta orang terinfeksi HIV. Setiap tahun terdapat sekitar 2.5 juta kasus infeksi baru dan 2.1 juta kematian. Kebanyakan kasus HIV (95%) terjadi di negara-negara berkembang.
PENYEBABInfeksi HIV disebabkan oleh satu dari dua jenis retrovirus, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan penyebab epidemi HIV di dunia dan HIV-2 cenderung terbatas di Afrika Barat. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel. HIV berikatan dengan sel-sel darah putih, terutama limfosit T penolong (T helper) yang memiliki reseptor CD4+ pada permukaannya (disebut limfosit CD4+). Materi genetik virus masuk ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Virus berkembangbiak dan akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lain dan menghancurkannya. Limfosit berperan dalam pertahanan tubuh terhadap sel-sel asing, organisme-organisme infeksius, dan kanker. Untuk itu, ketika HIV menghancurkan limfosit CD4+, penderita menjadi rentan untuk terkena berbagai infeksi. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Banyak komplikasi akibat infeksi HIV, termasuk kematian, biasanya terjadi akibat infeksi-infeksi lainnya dan bukan dari infeksi HIV secara langsung.
Sumber : http://www.eschooltoday.com
Karena infeksi HIV menghancurkan limfosit CD4+, maka sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, sehingga tidak mampu melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan kanker, serta merupakan salah satu alasan mengapa tubuh tidak mampu mengeliminasi infeksi HIV. Namun, sistem kekebalan tubuh mampu membuat beberapa respon terhadap infeksi ini. Dalam waktu satu atau dua bulan setelah infeksi HIV, tubuh menghasilkan limfosit dan antibodi yang membantu menurunkan jumlah HIV di dalam darah dan membantu untuk mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, infeksi HIV yang tidak diobati dapat berlanjut sampai kira-kira 10 tahun (antara 2-20 tahun) sebelum akhirnya menimbulkan gejala.
Jumlah limfosit CD4+ di dalam darah membantu menentukan seberapa baik sistem kekebalan dapat melindungi tubuh dari infeksi dan seberapa berat kerusakan yang terjadi akibat infeksi HIV. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/μL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-60%. Setelah 3-6 bulan kemudian, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita, tetapi perusakan sel CD4+ terus berlanjut. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/μL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap berbagai infeksi. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS.
PENULARAN
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV atau sel yang terinfeksi. HIV dapat ditemukan pada hampir semua cairan tubuh, tetapi penularan terutama terjadi melalui darah, semen, cairan vagina, dan air susu ibu. Meskipun air mata, air kemih, dan air ludah bisa mengandung sejumlah kecil HIV, tetapi penularan melalui cairan-cairan ini sangat jarang terjadi. HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat seksual, misalnya berjabat tangan. Belum pernah ada laporan kasus penularan HIV dari penderita HIV yang batuk atau bersin, atau melalui gigitan nyamuk.
Sumber : http://indiandevelopmentfoundation.blogspot.com
HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:
Sumber : http://health.uml.edu
Kemungkinan tertular HIV meningkat jika kulit atau selaput lendir robek atau rusak, seperti yang bisa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina maupun melalui anus. Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit menular seksual lainnya, yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada oral seks (hubungan seksual melalui mulut), walaupun lebih jarang.
Virus HIV pada wanita hamil bisa ditularkan kepada janinnya sejak awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir). Ibu menyusui yang menderita HIV dapat menularkan infeksi ke anaknya melalui ASI.
Gejala
Ketika pertama kali terinfeksi, banyak orang tidak kelihatan memiliki gejala, tetapi dalam waktu beberapa minggu dapat timbul demam, ruam, pembesaran kelenjar getah bening, kelelahan, dan berbagai gejala lain yang tidak khas. Gejala-gejala awal infeksi HIV dapat berlangsung selama beberapa hari sampai satu atau dua minggu. Gejala-gejala ini kemudian akan menghilang, tetapi pembesaran kelenjar getah bening seringkali menetap, yang dirasakan sebagai benjolan kecil yang tidak nyeri di leher, ketiak, atau lipat paha.
Seseorang bisa terinfeksi HIV selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala. Tetapi terdapat sejumlah besar virus di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa menular. Gejala pertama yang muncul bisa merupakan gejala AIDS. Sebelum AIDS terjadi, banyak orang merasa baik-baik saja, meskipun ada juga yang merasakan berbagai gejala yang tidak jelas, seperti penurunan berat badan, demam atau diare berulang, anemia, dan infeksi jamur pada mulut atau vagina.
AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+ (kurang dari 200 sel/μL darah), terjadi infeksi oportunistik (infeksi organisme yang pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak menimbulkan penyakit) atau bisa juga terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin. Gejala-gejala AIDS biasanya merupakan akibat adanya infeksi opportunistik atau kanker yang terjadi. Misalnya, penderita mengalami infeksi jamur pada mulut atau nyeri dan ruam akibat infeksi herpes zoster.
HIV juga dapat menyebabkan gejala-gejala ketika langsung mengenai bagian tubuh tertentu. Misalnya pada :
- Otak : hilangnya memori, kesulitan untuk berpikir dan berkonsentrasi, demensia, lemas, tremor, atau kesulitan berjalan
- Ginjal : pembengkakan pada tungkai dan wajah, kelelahan, perubahan dalam berkemih, tetapi seringkali tidak terjadi sampai infeksi menjadi berat
- Jantung : sesak nafas, batuk, mengi, dan kelelahan (jarang terjadi)
- Organ genitalia : penurunan kadar hormon seksual, yang pada pria bisa mengakibatkan penurunan hasrat seksual
Hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel/μL darah.
Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas dari munculnya AIDS, misalnya :
- Thrush
Pertumbuhan berlebihan jamur Candida di dalam mulut, vagina atau kerongkongan, biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul. Infeksi jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita sehat akibat berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan hormonal. - Pneumonia pneumokistik
Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS. Infeksi ini seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali muncul dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV - Toksoplasmosis
Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak, tapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS. Jika penyakit aktif kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi hebat, terutama di otak. - Tuberkulosis
Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat lebih mematikan. Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium, merupakan penyebab dari timbulnya demam, penurunan berat badan dan diare pada penderita tuberkulosa stadium lanjut. Tuberkulosis bisa diobati dan dicegah dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa digunakan. - Infeksi saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan pada penderita AIDS. Parasit ini mungkin didapat dari makanan atau air yang tercemar. Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan berat badan. - Leukoensefalopati multifokal progresif
Leukoensefalopati multifokal progresif merupakan suatu infeksi virus di otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita. Gejala awal biasanya berupa hilangnya kekuatan lengan atau tungkai dan hilangnya koordinasi atau keseimbangan. Dalam beberapa hari atau minggu, penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan biasanya beberapa bulan kemudian penderita akan meninggal. - Infeksi oleh sitomegalovirus
Infeksi ulang cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali menyerang retina mata, menyebabkan kebutaan. Pengobatan dengan obat anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.
- Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah sampai ungu, berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini terutama sering ditemukan pada pria homoseksual. - Kanker
Bisa terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula muncul di otak atau organ-organ dalam. Wanita penderita AIDS cenderung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga mudah terkena kanker rektum.
Diagnosa
Dugaan infeksi HIV didasarkan dari adanya faktor risiko (misalnya memakai obat-obat suntik terlarang dan hubungan seksual bebas) serta gejala-gejala yang ada (seperti penurunan berat badan, ruam, dan kelelahan).
Dugaan infeksi HIV dapat dikonfirmasi dengan berbagai pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Pemeriksaan yang relatif sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA.
Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana antibodi belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat sensitif untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24. Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaring darah yang disumbangkan untuk keperluan transfusi.
Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat, yaitu pemeriksaan Western Blot. Tes ini juga bisa menentukan adanya antibodi terhadap HIV, tetapi lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.
Jika infeksi HIV terdiagnosa, maka pemeriksaan darah untuk mengukur kadar CD4+ perlu dilakukan secara teratur. Ketika jumlah CD4+ rendah, maka lebih mungkin untuk terjadi infeksi serius. AIDS didiagnosa ketika jumlah CD4 turun sampai di bawah 200 sel/μl darah atau ketika terjadi penurunan berat badan hebat atau ada infeksi opportunistik berat atau terjadi kanker.
Pengobatan
Obat-obat untuk mengobati infeksi HIV hanya dapat membantu jika dikonsumsi secara konsisten dan seumur hidup.
Ada beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi HIV. Obat-obat ini disebut obat antiretroviral, yang meliputi :
- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor
- AZT (Zidovudin)
- ddI (Didanosine)
- ddC (Zalcitabine)
- d4T (Stavudine)
- 3TC (Lamivudine)
- Abakavir - Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
Nevirapine
- Delavirdin
- Efavirenz - Protease inhibitor
- Saquinavir
- Ritonavir
- Indinavir
- Nelfinavir.
Semua obat-obatan bertujuan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi HIV dapat membentuk kekebalan terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan yang paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat diharapkan bisa memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati, meskipun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun.
AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus bisa merusak sumsum tulang dan menyebabkan anemia. ddI, ddC dan d4T bisa merusak saraf-saraf perifer. ddI bisa merusak pankreas. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling ringan.
Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat reversibel dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal. Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah.
Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan metabolisme tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).
Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mL darah perlu mendapatkan obat-obat untuk mencegah terjadinya infeksi opportunistik, misalnya trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak. Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.
PROGNOSIS
Paparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun.
Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS.
Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh.
Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma.
Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami penurunan kualitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua penderita akan meninggal dalam 2 tahun setelah terjangkit AIDS. Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan.
Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan mengubah kebiasaan orang-orang yang beresiko tinggi untuk tertular. Cara-cara pencegahan ini adalah:
- Untuk orang sehat
- Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual)
- Seks yang aman (terlindung) - Untuk penderita HIV positif
- Abstinens
- Seks yang aman
- Tidak mendonorkan darah atau organ
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksualnya bahwa terinfeksi HIV - Untuk penyalahguna obat-obatan
- Menghentikan penggunaan jarum suntik bekas atau jarum suntik yang dipakai bersama-sama
- Mengikuti program rehabilitasi - Untuk profesional kesehatan
- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
- Menggunakan jarum sekali pakai
Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit, tapi sejauh ini belum ada yang berhasil.
Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa.
Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang biasa digunakan seperti hidrogen peroksida dan alkohol.
Referensi
- M, Allen. Human Immunodeficiency Virus Infection. Merck Manual Home Health Handbook. 2008.
http://www.merckmanuals.com/home/infections/human_immunodeficiency_virus_hiv_infection/
human_immunodeficiency_virus_infection.html?qt=hiv&alt=sh
0 comments:
Post a Comment